Akar Rajawali (Tinospora cordifolia)
Tinospora cordifolia, yang dikenal sebagai Akar Rajawali oleh Bahasa Suku Dayak Peruan, merupakan salah satu jenis tanaman obat tradisional Indonesia yang tumbuh secara liar di hutan, terutama di wilayah sosok, tayan hulu, kabupaten sanggau. Rebusan akarnya yang memiliki rasa pahit biasa digunakan oleh masyarakat sebagai obat untuk menurunkan demam, dan membantu mengurangi gejala kencing manis. Selain dikenal dengan nama Bratawali, tanaman ini memiliki klasifikasi famili Menispermaceae. Kandungan kimia dari Tinospora cordifolia meliputi alkaloid seperti berberina dan kolumbina yang terdapat pada akar dan akar, damar lunak, pati, glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin, hars, berberin, palmatin, kolumbin (akar), dan kokulin (pikrotoksin).
Oleh Suku Dayak Peruan, Akar Rajawali bayang dimanfaatkan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit termasuk yang disebabkan oleh bakteri Batuk dan demam, Tinospora cordifolia dapat membantu menyembuhkan batuk dan demam karena tanaman ini mengandung senyawa-senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, dan berberin yang memiliki sifat anti-inflamasi, antioksidan, dan antimikroba. Senyawa-senyawa tersebut bekerja secara sinergis untuk mengurangi peradangan, meredakan gejala demam dan batuk, serta membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, Tinospora cordifolia juga dapat membantu mengurangi stres oksidatif yang terkait dengan infeksi saluran pernapasan, sehingga mempercepat proses penyembuhan.
Bagian yang digunakan dalam pengobatan penyakit demam dan batuk adalah bagian akar dari Tinospora cordifolia. Senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya, antara lain alkaloid, flavonoid, dan berberin.
Alkaloid adalah senyawa organik yang memiliki sifat dasar sebagai basa dan banyak terdapat pada tumbuhan. Berbagai jenis alkaloid ditemukan pada Tinospora cordifolia, seperti berberina dan kolumbina, yang memiliki sifat antimikroba, antipiretik, dan anti-inflamasi. Senyawa ini berguna untuk melawan infeksi dan peradangan dalam tubuh.
Flavonoid adalah senyawa organik yang memiliki aktivitas antioksidan dan anti-inflamasi. Senyawa ini juga ditemukan pada Tinospora cordifolia dan membantu mengurangi peradangan serta meningkatkan kekebalan tubuh.
Berberin adalah senyawa alkaloid yang dapat membantu menghambat pertumbuhan bakteri, virus, dan jamur. Senyawa ini juga memiliki sifat antioksidan dan anti-inflamasi yang bermanfaat dalam pengobatan batuk dan demam.
Dengan kandungan senyawa aktif tersebut, Tinospora cordifolia dianggap sebagai obat tradisional yang efektif dalam mengatasi batuk dan demam serta memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Masyarakat Dayak Peruan umumnya menggunakan akar Tinospora cordifolia dengan cara merebusnya dan mengkonsumsi air rebusannya sebagai obat tradisional. Berikut adalah langkah-langkah penggunaannya:
Siapkan beberapa akar Tinospora cordifolia dan cuci bersih.
Potong-potong akar tersebut menjadi beberapa bagian.
Rebus dengan air bersih selama sekitar 20-30 menit.
Setelah itu, saring air rebusan tersebut dan biarkan dingin sejenak.
Minum air rebusan tersebut 2-3 kali sehari untuk membantu meredakan gejala batuk dan demam.
Beberapa masyarakat Dayak Peruan juga mengunyah daun Tinospora cordifolia untuk mengatasi beberapa jenis penyakit. Selain itu, beberapa bagian lain dari tanaman ini juga digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Dayak Peruan, seperti akar dan daunnya.
2. Pakis Merah (Stenochlaena palustris Bedd)
Tumbuhan Stenochlaena palustris Bedd, atau yang dikenal sebagai pakis Merah oleh masyarakat Dayak Peruan di Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat adalah sejenis Pakis Merah air atau fern yang biasanya tumbuh di area berair, seperti rawa, sungai atau tepi pantai. Tumbuhan Stenochlaena palustris Bedd atau Pakis Merah adalah salah satu jenis tumbuhan Pakis Merah yang termasuk dalam famili Blechnaceae. Secara botani, tumbuhan ini memiliki batang yang cukup pendek dengan daun majemuk yang tersusun dalam barisan. Daun-daun ini memiliki tekstur tebal, dengan ukuran mencapai 1-2 meter dan bentuk memanjang dengan ujung yang runcing. Tumbuhan ini umumnya tumbuh di daerah berair, seperti rawa, sungai atau tepi pantai. Tumbuhan Stenochlaena palustris Bedd memiliki nilai ekonomi yang cukup penting bagi masyarakat Dayak Peruan di Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan obat-obatan tradisional.
Masyarakat Dayak Peruan di Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memanfaatkan daun Stenochlaena palustris Bedd atau Pakis Merah sebagai bahan obat tradisional untuk membantu menyembuhkan bisul. Bagian daun yang digunakan diambil secukupnya, kemudian dicuci dan ditumbuk halus. Selanjutnya, bagian daun yang telah ditumbuk ditempelkan pada bisul. Konon, daun Pakis Merah ini dianggap sebagai anti bakteri yang efektif untuk mengatasi infeksi pada kulit.
Dari sudut pandang masyarakat Dayak Peruan, daun Pakis Merah memiliki khasiat sebagai obat tradisional karena dianggap sebagai sumber anti bakteri yang dapat membantu memerangi infeksi pada kulit. Daun Pakis Merah ini dianggap aman dan mudah ditemukan di daerah sekitar, sehingga menjadi salah satu pilihan obat yang sering digunakan. Meskipun belum ada penelitian ilmiah yang mendukung khasiat daun Pakis Merah ini sebagai anti bakteri, penggunaannya secara turun temurun oleh masyarakat Dayak Peruan menunjukkan bahwa daun Pakis Merah memiliki nilai budaya dan kepercayaan yang kuat di kalangan masyarakat lokal.
Bagian dari tumbuhan Pakis Merah Stenochlaena palustris Bedd yang digunakan untuk meredakan bisul adalah daunnya. Daun yang diambil secukupnya, kemudian dicuci dan ditumbuk halus. Selanjutnya, bagian daun yang telah ditumbuk ditempelkan pada bisul. Konon, daun Pakis Merah ini mengandung zat anti bakteri yang efektif untuk mengatasi infeksi pada kulit.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rusli, dkk. (2021), ekstrak etanol daun Stenochlaena palustris Bedd mengandung senyawa-senyawa anti bakteri, antara lain alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Senyawa-senyawa tersebut memiliki aktivitas antibakteri yang efektif melawan beberapa jenis bakteri patogen, termasuk Staphylococcus aureus yang sering menyebabkan bisul.
Referensi:
Rusli, M. S., Prasetiyo, A., & Tegar, M. (2021). Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun Pakis Merah rawa (Stenochlaena palustris Bedd.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Ilmiah Biologi, 9(1), 13-20.
Berikut adalah cara penggunaan daun Pakis Merah Stenochlaena palustris Bedd oleh masyarakat suku Dayak Peruan untuk meredakan bisul :
Persiapan daun: Daun yang digunakan diambil secukupnya dari pohon Stenochlaena palustris Bedd. Daun kemudian dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau serangga yang menempel.
Penumbukan daun: Daun yang telah dicuci kemudian ditumbuk hingga halus. Pemilihan alat penumbuk dapat menggunakan ulekan atau batu tumbuk.
Pembersihan bisul: Sebelum menggunakan daun Pakis Merah, area bisul harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air dan sabun, kemudian bilas hingga bersih. Tujuannya untuk menghindari infeksi lebih lanjut.
Pemakaian daun: Setelah daun Pakis Merah halus, bagian daun yang telah ditumbuk kemudian ditempelkan pada bisul. Daun Pakis Merah dapat ditempelkan pada bisul dengan cara diikat atau ditempelkan menggunakan perban atau kain bersih. Selanjutnya, biarkan selama beberapa waktu hingga daun kering dan terlekat dengan kuat pada kulit.
Pergantian daun: Daun Pakis Merah yang telah digunakan harus diganti secara berkala, yaitu setiap 6 jam (menurut ibu Tasia : “biasanya ditempel pagi di lepas sore nong”) . Daun yang diganti harus dicuci dan ditumbuk lagi untuk persiapan penggunaan berikutnya.
Demikianlah cara penggunaan daun Pakis Merah Stenochlaena palustris Bedd oleh masyarakat suku Dayak Peruan untuk meredakan bisul. Namun, perlu diingat bahwa pengobatan tradisional ini sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter atau tenaga medis yang berkompeten untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan.